A.
Pengertian PPh Pasal 24
Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur
tentang besarnya kredit pajak yang dapat diperhitungkan atas pemotongan pajak/
pajak yang dibayar/ pajak yang terutang di luar negeri. Hal
ini sesuai dengan ayat 1 dan 2 Pasal 24 UU PPh :
1.
Pajak yang dibayar atau terutang di luar
negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan
Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
2.
Besarnya kredit pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang
terutang berdasarkan Undang-undang ini.
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan perubahan
terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, Pasal 24 ayat (1), PPh pasal 24 adalah pajak yang
dibayarkan atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap
pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang ini dalam tahun pajak yang sama.
Pajak
penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri, merupakan perhitungan
berapa besar jumlah pajak yang sudah dibayar atas penghasilan diluar negeri dan pajak tersebut dapat
dikreditkan atau dikurangkan dari penghasilan
yang ada didalam negeri sehingga menghindari pengenaan pajak berganda.
B.
Subjek dan Objek PPh Pasal
24
Yang menjadi Subjek PPh Pasal 24 adalah: Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan,
termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
Objek PPh pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri.
C.
Penentuan Sumber
Penghasilan PPh Pasal 24
Dalam menghitung batas jumlah pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, perlu diperhatikan penentuan
sumber penghasilan sebagai berikut:
1.
Penghasilan dari saham dan
sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya
adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut
didirikan atau bertempat kedudukan.
2.
Penghasilan berupa bunga,
royalti dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta bergerak adalah negara tempat
pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti atau sewa tersebut bertempat
kedudukan atau berada.
3.
Penghasilan berupa sewa
sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat
harta tersebut terletak.
4.
Penghasilan berupa imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang
membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5.
Penghasilan bentuk usaha tetap
adalah Negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6.
Penghasilan dan pengalihan
sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah Negara tempat lokasi
penambangan berada.
7.
Keuntungan karena pengalihan
harta tetap adalah Negara tempat harta tetap itu berada.
8.
Keuntungan karena pengalihan
harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah Negara tempat
bentuk usaha tetap itu berada.
D.
Penggabungan Penghasilan
yang berasal dari luar negeri
Penggabungan penghasilan dari luar negri dilakukan sebagai berikut:
1.
Untuk penghasilan dari usaha
dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
2.
Untuk penghasilan lainnya,
seperti penghasilan bunga, sewa, dan lainnya dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut;
3.
Untuk penghasilan berupa
deviden untuk mengurangi kemungkinan penghindaran pajak, maka terhadap
penanaman modal diluar negri selain pada badan usaha yang menjual sahamnya
dibursa efek, Menteri Keuangan berhak untuk menentukan saat diperolehnya
deviden.
Jadi, Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang
dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh Wajib
Pajak, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri. Dalam menghitung Pajak Penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut
digabungkan dalam tahun pajak di peroleh atau diterimanya penghasilan, atau
dalam tahun pajak.
Contoh Soal ...
a.
Hasil usaha di Filipina dalam Tahun Pajak 2005
sebesar Rp. 600.000.000,-
b.
Dividen atas pemilikan saham di Cicago Ltd di USA
sebesar Rp. 400.000.000,- yaitu berasal dari keuntungan tahun 2004 yang
ditetapkan dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan dibayar tahun 2005
c.
Dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% pada
Smith Corporation di Australia yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
sebesar Rp. 80.000.000,- yaitu berasal dari keuntungan saham 2004 yang
berdasarkan Kepmenkeu ditetapkan diperoleh tahun 2005.
d.
Bunga kwartal IV tahun 2004 sebesar Rp.
200.000.000,- dari Malaysia yang baru akan diterima bulan Mei Tahun 2005.
Jawaban ....
Dari penghasilan yang bersumber dari luar negeri di atas, maka
penghasilan yang digabungkan dengan penghasilan dalam negeri untuk tahun 2004
adalah butir a s/d c, sedangkan butir d digabungkan dengan penghasilan dalam
negeri tahun 2005.
E. Besarnya
Kredit Pajak Luar Negeri yang boleh dikreditkan
Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan hanya atas pajak yang
langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dari luar negeri, dan setinggi tingginya sama dengan jumlah pajak yang dibayar
atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah yang dihitung
menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan
Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena
pajak, atau setinggi-tingginya sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan
Kena Pajak dalam hal penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar
negeri.
Maksimum Kredit Pajak = Penghasilan LN x Pajak
terhutang tahun berjalan
PKP
*Bandingkan antara “Maksimum Kredit Pajak dan Pajak Yang
Terutang/Dibayar di luar negeri” (pilih yang terkecil).
Contoh :
PT Lestari berkedukan di Semarang, mempunyai penghasilan kena paja dari
Indonesia sebesar Rp. 130.000.000,- dan penghasilan kena pajak dari Jepang
sebesar Rp. 70.000.000,-. Hitunglah kredit pajak jika tarif yang berlaku di
Jepang 10%.
PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :
10% x Rp.
50.000.000,- = 5.000.000,-
15% x Rp.
50.000.000,- = 7.500.000,-
30% x Rp. 100.000.000,-
= 30.000.000,-
PPh
42.000.000,-
PPh yang dibayar di Jepang 10% x 70.000.000,- = Rp.
7.000.000,-
Bagian penghasilan di Korea :
( Rp. 70.000.000,-/Rp. 200.000.000,- ) x Rp. 42.500.000,- =
Rp. 14.875.000,-
Kredit pajaknya adalah mana yang lebih kecil antara PPh dibayar di luar
negeri dengan bagian penghasilan di negara tersebut yaitu sebesar Rp.
7.000.000,-
F. Mekanisme Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri
Menurut Keputusan Menteri Keuangan (164/KMK.03/2002)
1.
Pajak Penghasilan yang dibayar
atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang
terutang di Indonesia.
2.
Pengkreditan PPh yang dibayar
di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya
penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3.
Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat
dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah di antara PPh yang
dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena
Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena
Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian (Penghasilan dari LN lebih
besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).
4.
Apabila penghasilan dari luar
negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan
untuk masing-masing negara.
5.
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 )
dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat (1 dan 4)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan
lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri.
6.
Dalam hal jumlah PPh yang
dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat
dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun berikutnya,
tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
7.
Untuk melaksanakan
prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan permohonan ke KPP
bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan ;
i.
Laporan Keuangan dari
penghasilan yang berasal dari luar negeri
ii.
Foto kopi Surat Pemberitahuan
Pajak yang disampaikan di luar negeri
iii.
Dokumen pembayaran PPh di luar
negeri.
8.
Atas permohonan wajib pajak,
Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran di
atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.
9.
Dalam hal terjadi perubahan
besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan
pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen
yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
10.
Apabila karena pembetulan SPT
tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas kekurangan bayar tersebut
tidak dikenakan sanksi bunga.
11.
Apabila karena pembetulan SPT
tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan tersebut dapat
dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak
lainnya.
G.
Pengurangan/pengembalian
pajak penghasilan luar negeri
Dalam hal terjadi pengurangan atau pengembalian
pajak atas penghasilan yang dibayar di Luar Negeri, sehingga besarnya pajak
yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil daripada kredit pajak
Luar Negeri semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajib pajak dalam negeri pada tahun
terjadinya pengurangan atau pengembalian tersebut.
H.
Perubahan besarnya
penghasilan luar negeri
Apabila terjadi perubahan besarnya penghasilan yang
berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT untuk
tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dikumen yang berkenaan dengan
perubahan tersebut.
1.
jika karena perubahan tersebut, menyebabkan adanya
tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak yang terutang atas penghasilan
luar negeri menjadi lebih besar daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan,
sehingga pajak yang terutang di Luar Negeri menjadi kurang bayar, maka terdapat
kemungkinan pajak penghasilan di Indonesia juga kurang bayar. Sesuai dengan UU
No. 28 tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan tatacara perpajakan, apabila WP
membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan pajak yang terutang menjadi lebih
besar, maka kepadanya dikenakan bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang
kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT terakhir sampai dengan
tanggal pembayaran karena pembetulan SPT tersebut.
2.
Apabila karena pembetulan SPT tersebut, menyebabkan
penghasilan dan pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri menjadi
lebih kecil daripada yang dilaporkan dalam SPT tahunan, sehingga pajak di luar
negeri lebih di bayar, yang akan mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang
di Indonesia menjadi lebih kecil, sehingga pajak penghasilan menjadi lebih
dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib
pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Contoh
Soal PPh pasal 24
1.
PT ABC pada tahun 2006
memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:
Penghasilan beruba laba usaha di dalam negeri
Rp300.000.000. Penghasilan berupa laba usaha dari negara A Rp200.000.000.
Penghasilan berupa laba usaha dari negara B Rp400.000.000 dan rugi usaha dari
negara C Rp250.000.000. Jika tarif pajak yang berlaku di negara A, B dan C
masing-masing 20%, 30% dan 40%. Hitung PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di
Indonesia!
menghitung
total penghasilan kena pajak:
penghasian dari DN Rp300.000.000
penghasilan dari neg A Rp200.000.000
penghasilan dari negara B Rp400.000.000
total penghasilan kena pajak Rp900.000.000
menghitung
total pajak terutang
10% x Rp50.000.000 Rp
5.000.000
15% x Rp50.000.000 Rp
7.500.000
30% x Rp800.000.000 Rp240.000.000
Total pajak terutang Rp252.500.000
menhitung
maksimal kredit pajak yang diperbolehkan:
di neg A = (200.000.000 : 900.000.000) x Rp252.500.000 =
Rp 56.111.106
di neg B = (400.000.000 : 900.000.000) x Rp252.500.000 =
Rp112.222.212
pajak yang
dibayarkan atau terutang di LN:
di Negara A 20% x Rp200.000.000 = Rp 40.000.000
di Negara B 30% x
Rp400.000.000 =
Rp120.000.000
dari
perhitungan di atas maka kredit pajak (PPh pasal 24) adalah:
dari Neg A Rp
40.000.000
dari Neg B Rp112.222.212
total Rp 152.222.212
2. PT Kartika pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto
sebagai berikut:
dari laba usaha di dalam
negeri
Rp500.000.000
dari negara A berupa laba usaha
Rp250.000.000
dari negara B
rugi (Rp400.000.000)
dari negara C berupa laba
usaha
Rp300.000.000
Hitung PPh pasal 24 jika tarif pajak di negara A, B dan C
masng-masing 20%, 25% dan 35%
menghitung
total penghasilan kena pajak
penghasilan dari dalam negeri Rp 500.000.000
penghasilan dari negara A Rp
250.000.000
penghasilan dari negara C Rp 300.000.000 (+)
total penghasilan kena pajak Rp1.050.000.00
menghitung
total pajak terutang
10% x Rp50.000.000 Rp
5.000.000
15% x Rp50.000.000 Rp
7.500.000
30% x Rp950.000.000 Rp285.000.000 (+)
Total pajak terutang Rp297.500.000
menghitung
maksimal pajak yang dapat dikreditkan
dari negara A = (250.000.000 : 1.050.000.000) x
Rp297.500.000 = Rp70.833.332
dari negara C = (300.000.000 : 1050.000.000) x Rp297.500.000
= Rp85.000.000
menghitung
pajak yang dipotong atau dibayar di luar negeri
dari neg A 20% x
Rp250.000.000 = Rp50.000.000
dari negara C 35% x
Rp300.000.000 = Rp105.000.000
dari
perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan
di Indonesia adalah
dari negara A Rp
50.000.000
dari negara C Rp
85.000.000 (+)
total Rp.
135.000.000
3. PT
Butut Nusa Gendis di Pamulang memperoleh penghasilan neto dalam Tahun 2009
sebagai berikut :
a.
di negara X, memperoleh
penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp
400.000.000)
b.
di negara Y, memperoleh
penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 25% (Rp
750.000.000)
c.
di negara Z, menderita
kerugian Rp 2.500.000.000
d.
penghasilan usaha di dalam
negeri Rp 4.000.000.000
Penghasilan luar negeri :
Laba di Negara X Rp. 1.000.000.000
Laba di Negara Y Rp. 3.000.000.000
Laba di Negara Z Rp. NIHIL
Jumlah penghasilan dalam negeri Rp. 4.000.000.000 (+)
Total Penghasilan Rp. 8.000.000.000
PPh terhutang (tarif pasal 17 yang berlaku 1 januari 2009 28% dan 2010
25%)
= 28 % x total penghasilan = Rp. 2.240.000.000
Batas maksimum untuk masing masing Negara adalah:
Untuk Negara X =
Rp. 1.000.000.000 x Rp.
2.240.000.000 = Rp. 280.000.000
RP. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 400.000.000 lebih besar
dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit
yang dapat di perkenankan hanya Rp. 280.000.000
Untuk Negara Y =
Rp. 3.000.000.000 x Rp.
2.240.000.000 = Rp. 840.000.000
Rp. 8.000.000.000
Pajak yang terhutang diluar negeri sebesar Rp. 750.000.000 lebih kecil
dari batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit
yang dapat di perkenankan adalah Rp. 750.000.000
Untuk Negara Z
mengalami kerugian sebesar RP. 250.000.000 (TIDAK DAPAT DIKOMPENSASIKAN)
Jumlah kredit pajak yang diperkenankan adalah: Rp. 280.000.000 + Rp.
750.000.000 = Rp. 1.030.000.000.
4.
PT.A di Indonesia merupakan
pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. dalam tahun 2009 memperoleh
keuntungan sebesar US$ 100,000.- pajak penghasilan yang berlaku dinegara X
addalah 48% dan pajak dividen adalah 38%. Penghitungan pajak atas dividen
terrsebut adalah sebagai berikut:
Keuntungan
Z
Inc US$
100,000
Pajak
penghasilan (corporate income tax)
atas
Z Inc (48%) US$ 48,000
(-)
US$ 52,000
Pajak
atas dividen
(38%) US$ 19,750
(-)
Dividen
yang dikirim ke
Indonesia US$ 32,420
Pajak penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh pajak
penghasilan yang terutang atas PT.A adalah pajak yang langsung dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh diluar negeri. Dalam contoh diatas itu
sebesar US$ 19,750. Pajak penghasilan atas Z Inc, sebesar US$48,000
tidak dapat dikerditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas PT.A,
karena pajak sebesar US$ 48,000 tersebut tidak dikenakan langsung
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT.A dari luar negeri, melainkan
pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc, di Negara X.
3.
PT B di
Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai berikut :
a.
di negara
X, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 100.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar
40% (Rp. 40.000.000,00);
b.
di negara
Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 750.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar
10% (Rp. 75.000.000,00);
c.
Penghasilan
usaha di dalam negeri Rp. 400.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri
adalah sebagai berikut
Penghasilan
Luar negeri :
laba di
negara X Rp. 100.000.000,00
laba di
negara Y Rp. 750.000.000,00
Penghasilan
dalam negeri Rp. 400.000.000,00
Jumlah
penghasilan neto adalah : Rp. 1.250.000.000,00
PPh
terutang (menurut tarif Pasal 17 dengan fasilitas ) = Rp. 156.250.000,00
Batas
maksimum kredit pajak luar negeri untuk masing-masing negara adalah :
Untuk
negara X =
Pajak yang terutang di negara X sebesar Rp. 40.000.000,00,
namun maksimum kredit pajak
yang dapat dikreditkan adalah Rp. 12.500.000,00.
Untuk negara Y =
Pajak yang terutang di negara Y sebesar Rp.
75.000.000,00, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah
Rp.75.000.000,00.
Jumlah
PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah :
Rp.
12.500.000,00 + Rp. 75.000.000,00 = Rp. 87.500.000,00
- Penghasilan Luar Negeri Berasal dari Beberapa Negara
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari
beberapa negara, maka jumlah maksimum kredit pajak luar negeri dihitung sama
dengan perhitungan tersebut di atas.
Contoh :
PT Buana berkedudukan di Semarang, mempunyai
Penghasilan Kena Pajak dari
Indonesia Rp.
200.000.000,-
Brunei Darussalam Rp.
200.000.000,- ( tarif yang berlaku 10%)
Filipina Rp.
100.000.000,- ( tarif yang berlaku 20%)
Singapura Rp.
200.000.000,- ( tarif yang berlaku 30%
Ø
Diminta, carilah ...
Ø
Berapa kredit pajak masing-masing negara ?
Ø
Berapa PPh yang harus dibayar di Indonesia ?
Jumlah
Penghasilan
Rp. 700.000.000,-
PPh berdasarkan tarif Pasal 17 :
10% x Rp.
50.000.000,-
Rp. 5.000.000,-
15% x Rp. 50.000.000,-
Rp. 7.500.000,-
30%
x Rp.600.000.000,- Rp.
180.000.000,-
Jumlah
Rp. 192.500.000,-
Brunei
darussalam :
PPh yang dibayar 10% x Rp.
200.000.000,- = 20.000.000,-
Bagian penghasilan :
( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp.
192.500.000 = Rp. 55.000.000,-
Kredit Pajak = Rp. 20.000.000,-
Filipina
:
PPh yang dibayar 20% x Rp. 100.000.000
= Rp. 20.000.000,-
Bagian penghasilan :
( Rp. 100.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp.
192.500.000 = Rp. 27.500.000,-
Kredit Pajak = Rp. 20.000.000
Singapura
:
PPh yang dibayar 30% x Rp. 200.000.000
= Rp. 60.000.000,-
Bagian penghasilan :
( Rp. 200.000.000,- / 700.000.000,- ) x Rp. 192.500.000
= Rp. 55.000.000,-
Kredit Pajak = Rp. 55.000.000,-
Indonesia
:
Rp. 192.500.000,- – Rp. 20.000.000,- – Rp.
55.000.000,- = Rp. 97.500.000,
- Kompensasi Kerugian di Luar Negeri dan di Dalam Negeri
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, kerugian
yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan atau dikompensasikan
dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia.
Sedangkan kerugian yang diderita di dalam negeri
boleh digabungkan atau dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau
diperoleh di luar negeri.
Contoh :
PT ABC mempunyai penghasilan dari :
Indonesia
= Rp. 200.000.000,-
Inggris
= Rp. 300.000.000,- (tarif berlaku 25%)
Belanda
= Rp. 200.000.000,- rugi (tarif berlaku 10%)
Swedia
= Rp. 200.000.000,- (tarif berlaku 10%)
PPh pasal 17 :
10% x Rp.
50.000.000,- =
Rp. 5.000.000,
15% x Rp.
50.000.000,- =
Rp. 7.500.000,-
30% x Rp. 600.000.000,- =
Rp. 180.000.000,-
= Rp. 192.500.000,-
PT MA
berkedudukan di Jakarta, mempunyai PKP dari :
Indonesia
= Rp. 200.000.000,- Rugi
Singapura
= Rp. 300.000.000,- ( Tarif yang berlaku 20%)
Malaysia
= Rp. 200.000.000,- ( Tarif yang berlaku 10%)
Hongkong
= Rp. 400.000.000,- ( Tarif yang berlaku 15%)
PPh Pasal 17 :
10% x Rp.
50.000.000,- =
Rp. 5.000.000,-
15% x Rp.
50.000.000,- =
Rp. 7.500.000,-
30% x Rp.
600.000.000,- = Rp.
180.000.000,-
= Rp. 192.500.000,-
- Perhitungan Kredit pajak Luar negeri
(PPh pasal 24)
PT
Perdana di Semarang memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006 sebagai
berikut:
Penghasilan
Dalam Negeri Rp400.000.000
Penghasilan
dari LN (tarif pajak 20%) Rp200.000.000
Penghitungan
PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
Q 0\
menghitung total
penghasilan kena pajak
penghasilan
dari dalam
negeri
Rp400.000.000
penghasilan
dari luar negeri Rp200.000.000
Penghasilan
neto
Rp600.000.000
menghitung total
PPh terhutang
10%
x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
15%
x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30%
x Rp500.000.000 = Rp150.000.000
Pajak
terhutang
= Rp162.500.000
menghitung PPh
maksimum yang dapat dikreditkan
(penghasilan
LN : total penghasilan) x total PPh terutang
(Rp200.000.000
: Rp600.000.000) x Rp162.500.000 = Rp54.166.666,61
menghitung PPh
yang terutang atau dipotong di LN:
20%
x Rp200.000.000 = Rp40.000.000
Dari
perhitungan tersebut di atas kredit pajak LN yang diperbolehkan adalah sebesar
Rp40.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di LN. Jumlah ini
diperoleh dengan membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh dikreditkan
dengan PPh yang terutang atau dibayar di LN, kemudian dipilih jumlah yang
terendah
7.
Penghitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha
di dalam negeri
PT
Adinda berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2006
sebagai berikut:
Di
negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp600.000.000 (tarif
pajak yang berlaku adalah 30%)
Di
dalam negeri menderita kerugian sebesar Rp200.000.000
Penghitungan
PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
menghitung total
penghasilan kena pajak
penghasilan
kena pajak dari negara A
Rp600.000.000
kerugian
usaha dalam
negeri ( 200.000.000)
jumlah
penghasilan
neto
Rp400.000.000
menghitung total
PPh terutang:
10%
x Rp 50.000.000
=
Rp 5.000.000
15%
x Rp 50.000.000
=
Rp 7.500.000
30%
x Rp 300.000.000
= Rp 90.000.000
Jumlah
pajak
terutang
Rp102.500.000
menghitung PPh
maksimum yang dapat dikreditkan
(Rp600.000.000
: Rp400.000.000) x Rp102.500.000 = Rp153.750.000
menghitung PPh
yang dipotong/dibayar di LN
30%
x Rp600.000.000 = Rp180.000.000
Kredit
pajak yang diperbolehkan (PPh pasal 24) adalah Rp102.500.000. jumlah ini
diperoleh dengan membandingkan perhitungan PPh maksimum yang dapat dikreditkan
dengan PPh yang sesungguhnya dibayarkan/terutang di LN dan total pajak yang
terutang
8.
Perhitungan PPh pasal 24 jika terjadi kerugian usaha
di LN
PT
Kartika pada tahun 2006 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:
di
negara X memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 40%)
di
negara Y menderita kerugian sebesar Rp500.000.000 (tarif pajak yang berlaku)
25%.
Di
dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp500.000.000
Perhitungan
kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:
menghitung
penghasilan total kena pajak
penghasilan
dari negara X berupa laba usaha
Rp300.000.000
penghasilan
dari dalam negeri berupa laba
usaha Rp500.000.000
jumlah
penghasilan neto
Rp800.000.000
menghitung total
PPh terutang
10%
x Rp50.000.000
=
Rp 5.000.000
15%
x Rp50.000.000
=
Rp 7.500.000
30%
x Rp700.000.000 = Rp210.000.000
Jumlah
total PPh yang terutang Rp222.500.000
menghitung PPh
maksimal yang bisa dikreditkan
(Rp300.000.000
: Rp800.000.000) x Rp222.500.000 = Rp83.437.500
menghitung PPh
yang dibayar atau terutang di LN
40%
x Rp300.000.000 = Rp120.000.000
Dari
perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan
adalah Rp83.437.500.
9.
Perhitungan PPh pasal 24 jika penghasilan LN berasal
dari beberapa negara
PT
Kartika berkedudukan di Jakarta pada tahun pajak 2006 memperoleh penghasilan
bersih sebagai berikut
di
negara A memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp200.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 25%)
di
negara B memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 30%)
di
negara C memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp400.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 40%)
di
dalam negeri memperoleh laba usaha sebesar Rp100.000.000
menghitung total
penghasilan kena pajak:
penghasilan
dari ne
Rp 200.000.000
penghasilan
dari negara
Rp 300.000.000
penghasilan
dari negara C
Rp 400.000.000
penghasilan
dari dalam
negeri Rp 100.000.000
total
penghasilan kena
pajak
Rp1.000.000.000
menghitung total
PPh terutang
10%
x Rp50.000.000
=
Rp 5.000.000
15%
x Rp50.000.000
=
Rp 7.500.000
30%
x Rp900.000.000
= Rp270.000.000
Total
pajak
terutang
Rp282.500.000
menghitung PPh
maksimum yang dapat dikreditkan
dari
negara A =(Rp200.000.000:Rp1.000.000.000) x
Rp282.500.000 = Rp56.500.000
dari
negara B =(Rp300.000.000:Rp1.000.000.000)xRp282.500.000 = Rp84.750.000*
dari
negara C = (Rp400.000.000:Rp1.000.000.000)xRp282.500.000= Rp113.000.000
menghitung PPh
yang dibayar atau terutang di LN
PPh
terutang di negara A = 20% x Rp200.000.000 = Rp 40.000.000*
PPh
terutang di negara B = 30% x Rp300.000.000 = Rp 90.000.000
PPh
terutang di negara C = 40% x Rp400.000.000 = Rp160.000.000
Dari
perhitungan di atas kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah
Dari
negara
A
Rp 40.000.000
Dari
negara
B
Rp 84.750.000
Dari
negara
C Rp113.000.000
Total
kredit pajak
LN
Rp237.750.000
Kesimpulan dan Saran
Pajak penghasilan pasal 24 atau kredit pajak luar negeri merupakan pajak
yang sudah dibayarkan diluar negeri dan dapat dikreditkan atau dikurangkan
dengan penghasilan yang ada di dalam negeri sehingga menghindari wajib pajak
dari pengenaan pajak berganda. Maka dari itu, para wajib pajak dalam negeri
yang memiliki penghasilan selain didalam negeri hendaknya dapat melaporkan
penghasilan mereka diluar negeri tersebut agar dapat dikurangi dari penghasilan
didalam negeri sehingga mengurangi beban pajak dari wajib pajak itu sendiri.
Tetapi untuk melakukan kredit pajak luar negeri ini, wajib pajak juga
harus melalui berbagai tahap atau persyaratan dalam mengajukan kredit pajak
luar negeri ini sebagai pengurang dari penghasilan dalam negeri. Ini dilakukan
agar tidak merugikan negara. Bagaimanapun juga pajak merupakan penerimaan
negara yang harus selalu diawasi baik penerimaannya maupun penggunaannya.